3 KUNCI KEBERHASILAN

3 KUNCI KEBERHASILAN:
DOA, USAHA, DAN KEBERUNTUNGAN

Senin, 26 Desember 2011

Skripsi Kata Depan (Preposisi) dan Awalan (Prefiks)

Skripsi saya yang membahas tentang Kata Depan dan Awlan (di, ke) dalam Paragraf Narasi. Silahkan klik atau copy-paste Link di bawah ini:


http://www.4shared.com/office/s05ZPL6k/PT_ABSTRAK.html

http://www.4shared.com/office/o7O3QGl7/9_DAFTAR_PUSTAKAKU.html

http://www.4shared.com/office/Aeos5jYo/6_BAB_III.html

http://www.4shared.com/office/s2STBbzh/5_BAB_II.html

http://www.4shared.com/office/s2STBbzh/5_BAB_II.html

http://www.4shared.com/office/s2STBbzh/5_BAB_II.html

http://www.4shared.com/office/6h_K31wo/4_BAB_I.html

Jumat, 03 Juni 2011

Assalamualaikum, Pembaca....

saya hanya ingin menginformasikan bahwa saya masih punya 1 blog lagi yg khusus tentang kebahasaan...

memang baru sedikt posting yg saya masukkan, tetapi semoga dapat bermanfaat ya.. :)

alamat blognya http://utamiindonesia2.blogspot.com/

kunjungi ya.. :)
Terima kasih

Kamis, 26 Mei 2011

Khasiat Rebusan Angkak

Angkak adalah suatu jenis tumbuhan dari Cina yang memiliki menfaat untuk tubuh, di antaranya menurunkan tekanan darah dan menaikkan jumlah trombosit bagi penderita demam berdarah. Angkak tersebut dapat digunakan dengan cara:

a). Siapkan butiran angkak yang banyak dijual di supermarket
b). Rebus dua gelas air ditambah setengah sendok teh angkak dan tunggu hingga mendidih;
c). Setelah mendidih, matikan kompor dan saring air rebusan itu;
d). Tunggu hingga hangat dan siap diminum.

Khasiat rebusan anggak itu dapat dirasakan kira-kira setelah dua kali meminumnya. Selamat mencoba!

Sabtu, 21 Mei 2011

PENGALAMAN BERHARGA DARI NEGERI GINSENG

Tertib, tegas, disiplin, ontime, mandiri, udara segar dan lingkungan bersih. Ciri-ciri tersebut merupakan hal yang terdapat di Korea Selatan. Apakah kita menemukan suasana itu di Jakarta?

Melalui tulisan ini, saya ingin bercerita tentang pengalaman saya ketika berada di Korea Selatan pada bulan Oktober 2009. Saat itu, saya dan kelima anggota keluarga lainnya pergi ke Korea Selatan untuk menemani dan kakak lelaki saya yang akan menikahi seorang gadis Korsel tepatnya dari kota Daegu. Sebelum menginjakkan kaki di Daegu, saya singgah sebentar di Seoul karena pesawat yang saya tumpangi mendarat di Inc Cheon International Airport. Saya dan keluarga berada di Daegu selama 8 hari 7 malam. Meski hanya sebentar di sana, namun banyak hal yang dapat saya pelajari dan teladani dari masyarakat di sana.

1. Ketegasan para petugas imigrasi bandara
Setibanya di bandara, saya menghadapi pemeriksaan yang sangat ketat di sana. Mulai dari pengecekan barang bawaan, passport, sampai interogasi tentang keperluan apa yang akan saya lakukan di Korsel, berapa lama di Korsel, siapa yang akan dikunjungi. Sempat timbul konflik saat tiba giliran ayah dan ibu diinterogasi. Saat itu, petugas imigrasi sempat agak mencurigai ayah ibu karena mereka tidak dapat menjawab pertanyaan yang diberikan (dalam bahasa Inggris). Namun, konflik teratasi karena saya membantu ibu (sebisa saya berbicara dalam bahasa Inggris) dan ayah dibantu kakak yang memang expert in English. Konflik itu menunjukkan bahwa Korsel tidak sembarangan mengizinkan turis luar masuk ke negaranya tanpa alasan yang jelas.

2. Kebersihan lingkungannya dan kesejukan udara di sana
Saat masih di dalam bandara, keadaannya hangat bahkan saya kira AC sedang dimatikan. Namun, begitu saya keluar dari bandara menuju bus lanjutan ke kota Daegu, ternyata keadaannya sangat dingin bahkan membuat saya menggigil. Tetapi, udaranya sejuk karena lingkungannya bersih. Tidak ada sampah yang berserakan di pinggir-pinggir kursi tunggu, kolong kursi, dll. Saya kira, kebersihan itu hanya karena masih di lingkungan bandara internasional. Namun, perkiraan saya salah besar….. karena kebersihannya terjamin dari sepanjang jalan yang saya lalui hingga tiba di hotel tempat menginap. Bahkan di dalam bus antarkota yang kami tumpangi juga nyaman karena kebersihan dan aromanya yang wangi serta seperti ada mesin penghangat ruangan dalam bus itu karena udara di luar sangat dingin (menjelang musim dingin). Juga tidak ada orang yang merokok di dalam bus, bahkan supir sekalipun. Supir di sana jika ingin merokok, yaitu di terminal pemberhentian sementara saja dan ketika akan masuk ke dalam bus, rokok sudah dimatikan dan dibuang.

Bandingkan dengan keadaan di Jakarta, ya supir, ya penumpang merokok seenaknya di dalam bus meskipun busnya ber-AC.

Kemudian, ketika saya memberanikan diri untuk pergi ke tempat yang bernama Duryu Park, saya juga susah sekali menemukan sampah yang di pinggiran jalan, stasiun, dan di dalam kereta juga bersih tanpa sampah plastik, tissu, bungkus permen, dll. Namun, ketika di taman duryu itu masih saya temukan sampah dari gugurnya dedaunan dari pohon-pohon rindang di sana. Tetapi, sampah itu tidak lama berdiam di tanah karena ada petugas kebersihan yang siap menyapu dan mengumpulkannya di tempat sampah.

Udara yang saya hirup di sana benar-benar segar, sejuk, dan tidak berbau sampah seperti di Jakarta. Sangat nyaman berjalan-jalan santai di waktu pagi, siang, sore, maupun malam di sana. Asap kendaraan juga tidak sampai menimbulkan polusi berlebihan seperti di Jakarta. Di pinggiran jalan raya pasti terdapat pohon rindang yang dapat berfungsi menjadi paru-paru kota. Jadi, oksigen yang masuk ke tubuh kita juga terjamin kejernihannya.

Kebersihan itu sangat didukung oleh kesadaran masyarakatnya yang tertib untuk selalu menjaga lingkungan agar selalu bersih. Karena kebersihan dapat menjamin kesehatan, semakin bersih suatu lingkungan, semakin sehat pula penduduknya. Ini patut dicontoh oleh masyarakat Indonesia khususnya Jakarta.

3. Ketepatan waktu masyarakatnya
Waktu adalah uang. Mungkin ungkapan itu yang dijunjung oleh rakyat Korea Selatan. Karena selama saya di sana, selalu berhadapan dengan ketepatan waktu masyarakatnya. Mulai dari keberangkatan bus antarkota dari bandara maupun transportasi umum lainnya, hingga keluarga dari kakak ipar yang sangat tepat waktu ketika mengajak pergi.

Waktu keberangkatan bus-bus diatur dan sesuai dengan waktu tertentu bukan bergantung pada jumlah penumpang yang naik di bus itu. Jika bus dijadwalkan berangkat pukul 10.00, ya pada waktu tersebutlah bus berangkat. Tidak peduli berapa jumlah penumpang yang ada, meskipun hanya ada 5 penumpang dalam bus yang harusnya dapat mengangkut kurang lebih 50 penumpang. Bandingkan dengan transportasi umum di Jakarta, supir bus/angkot baru akan berangkat jika bus/angkot telah terisi penuh/hampir penuh oleh penumpang. Siapa yang jadi korban? Penumpanglah korbannya, ongkos tidak boleh kurang, waktu juga terbuang sia-sia demi menuruti ‘penuhnya’ angkot.

Sama halnya dengan bus, kereta di Korsel juga sangat tepat waktu. Kereta berhenti di stasiun dan membuka pintu otomatisnya hanya sekitar 5 menit. Lewat 5 menit, penumpang yang akan keluar atau masuk, harus menunggu kedatangan kereta selanjutnya yang berselang 20 menit.

Begitu juga dengan keluarga dari kakak ipar, mereka sangat tepat waktu. Malam harinya ditelepon kakak kalau esok hari pada pukul 07.00 waktu Korea sudah harus siap untuk berangkat ke tempat-tempat wisata bersama keluarga kakak ipar. Namun, kebiasaan orang Indonesia yang ngaret, jadi membuat keluarga sana agak kesal karena mereka harus menunggu 15 menit lebih lama dari waktu yang telah dijanjikan. Ini membuktikan bahwa ontime merupakan hal yag harus dilaksanakan dan membudaya di masyarakat Indonesia.

4. Ketertiban dan Kedisiplinan masyarakatnya
Selama saya di sana, perhatian saya juga terfokus pada sisi ketertiban dan kedisiplinan penduduknya. Mulai dari naik-turun bus, antrian loket karcis, pembayaran ongkos transportasi umum, menyembrang jalan, dan ketertiban masyarakat pada lampu lalu lintas.

Pertama, naik-turun bus harus di halte yang tersedia. Para penumpang bus hanya akan diangkut dan diturunkan di halte yang ada. Penumpang harus menuju halte terdekat dari tujuannya untuk bisa naik bus. Jadi, tidak seperti di Jakarta, penumpang bisa seenaknya cegat bus di mana-mana. Begitu juga supir bus yang seenaknya berhenti atau ngetem di setiap gang yang diperkirakan ada penumpang yang akan naik.

Kedua, antrian loket karcis yang tertib. Di sana, sulit sekali menemukan suatu antrian yang ricuh dan membuat stress sperti di Jakarta. Padahal, kebanyakan loket canggih yang dapat dioperasikan sendiri oleh penumpang tanpa petugas ticketing. Penumpang-penumpang tetap antri tertib ketika akan membeli ‘sendiri’ tiket yang dibutuhkan jika sedang dalam keadaan mesin sedang dipakai semua.

Ketiga, pembayaran ongkos di bus. Lagi-lagi teknologi canggih berperan di dalamnya. Di bus tersebut tidak ada kenek yang menagih ongkos kita. Namun, tersedia mesin dan kotak uang di tiang depan pintu masuk bus (Oh ya, di bus ada 2 pintu, yaitu pintu masuk dan keluar), kotak uang tersebut untuk penumpang yang membayar tunai dan mesin detector chip untuk orang-orang yang memasukkan ongkosnya ke kartu kredit mereka. Oh ya, saat ada di bus, kita juga tidak pusing dengan teriakan-teriakan supirnya tentang arah yang dituju (misal di Jakarta, Ayo Mbak Bintaro…Bintaro…Bintaro…). Karena sudah ada suara operator mesin yang memberitahu pemberhentian terdekat di halte apa (yah, mirip bus Transjakarta begitulah, tapi pakai bahasa Korea. hehhehe).

Keempat, tentang menyebrang jalan. Saat orang akan menyebrang jalan, di sana pasti menyebrang melalui zebra cross terdekat dari tempat berada. Di sisi jalan juga terdapat suatu alat sensor panas yang dapat menandai jika ada orang yang akan menyebrang sehingga lampu merah otomatis menyala dan lampu hijau untuk penyebrang menyala dalam waktu 60 detik. Ketika menyebrang, kita sebagai pengguna jalan juga harus cepat-cepat. Karena jika 60 detik telah habis, maka kita harus menunggu dulu selama kurang lebih 5 menit untuk 60 detik berikutnya. Jadi, tidak ada yang menyebrang sembarangan maupun pengguna kendaraan yang seenaknya seperti di Jakarta.

Kelima, ketertiban pengguna kendaraan terhadap lampu lalu lintas. Seperti yang tersebut di atas tentang alat sensor di sisi jalan/zebra cross, terkadang lampu merah jadi aktif meski tidak ada orang yang akan menyebrang, tetapi orang tersbut hanya tidak sengaja berdiri di atas alat itu. Nah, meski tidak ada yang menyebrang, tapi jika lampu merah menyala, tetap saja para pengguna kendaraan berhenti dan menunggu hingga lampu hijau kembali menyala. Berbeda sekali dengan Jakarta, sudah tahu lampu masih merah tetapi pengguna kendaraan langsung saja tancap gas.

5. Budaya menghormati dan mendahulukan orang yang lebih tua
Menghormati dan mendahulukan seseorang yang lebih tua merupakan suatu akhlak yang selalu diajarkan oleh orang tua pada anaknya. Selama di Korea dan memperhatikan sekeliling, hal itulah yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat di sana. Seperti, di dalam transportasi umum pasti ada tempat duduk yang khusus ditujukan untuk orang-orang tua dan bagi anak muda diharapkan untuk tidak duduk di sana meskipun tempat itu kosong.

Sempat saya melakukan hal ‘memalukan’ saat di dalam kereta. Saat itu, kereta agak penuh, banyak orang yang berdiri, tetapi ada tempat duduk kosong yang tidak ditempati. Mungkin karena masih terbawa kebiasaan di Jakarta yang berpegang bahwa ‘jika ada tempat kosong kenapa tidak diisi’, saya pun duduk menempati kursi itu. Saya sempat heran dan agak malu karena ada beberapa orang asli Korea yang seolah menertawakan saya sesaat setelah saya duduk. Timbul pertanyaan dalam hati saya, “Kenapa mereka ketawa ya? Apa ada yang salah sama bajuku?atau apa?”. Kemudian pertanyaan-pertanyaan itu terjawab oleh teguran dari kakak ipar saya yang berkata, “Utami, mengapa kamu duduk di sana? Itu kursi khusus untuk orang tua dan ada tulisannya di atas.”

Sempat saya melakukan hal ‘memalukan’ saat di dalam kereta. Saat itu, kereta agak penuh, banyak orang yang berdiri, tetapi ada tempat duduk kosong yang tidak ditempati. Mungkin karena masih terbawa kebiasaan di Jakarta yang berpegang bahwa ‘jika ada tempat kosong kenapa tidak diisi’, saya pun duduk menempati kursi itu. Saya sempat heran dan agak malu karena ada beberapa orang asli Korea yang seolah menertawakan saya sesaat setelah saya duduk. Timbul pertanyaan dalam hati saya, “Kenapa mereka ketawa ya? Apa ada yang salah sama bajuku?atau apa?”. Kemudian pertanyaan-pertanyaan itu terjawab oleh teguran dari kakak ipar saya yang berkata, “Utami, mengapa kamu duduk di sana? Itu kursi khusus untuk orang tua dan ada tulisannya di atas.”

Kemudian saya menoleh ke belakang, dan memang benar ada tulisan dalam aksara Korea yang saya tidak tahu apa isi dan artinya. Melihat itu, saya langsung berdiri dan sekaligus mengerti mengapa orang-orang tadi menertawakan saya. Huuhh,, sungguh memalukan…! :((

Tempat khusus itu juga terdapat dalam bus. Jadi, di kursi bagian depan hingga tengah, itu khusus untuk orang-orang tua dan bagian belakang untuk anak-anak muda. Keheranan masih saya rasakan ketika naik bus itu. Karena anak muda di sana sangat menghormati dan mendahulukan orang yang lebih tua. Namun, terkadang tempat khusus itu juga diduduki oleh mereka ketika benar-benar tidak ada orang tua di dalamnya dan mereka kembali berdiri ketika ada orang tua yang naik bus.
Wow, benar-benar sopan, santun, dan hormat sekali mereka. Hal itu harusnya dilakukan juga di Indonesia. Karena di Indonesia bersikap acuh tah acuh ketika di transportasi umum kepada orang yang lebih tua, maupun orang hamil.

6. Kemandirian Costumer Mc’Donald Korsel (pembeli bukanlah raja)
‘Pembeli adalah raja’ merupakan ungkapan yang dipegang oleh masyarakat Indonesia. Berbeda halnya di sana khususnya di Mc’Donald, para pembeli yang makan di tempat itu sangat mandiri. Kalau di Indonesia, setelah makan, cuci tangan, langsung pulang begitu saja. Kemudian pelayanlah yang membersihkan sisa tempat makan kita dan membersihkan meja yang telah kita pakai.

Berbeda sekali dengan di sana, waktu itu saya dan keluarga makan di Mc’Donald yang ada di Downtown. Setelah makan, kami tidak boleh langsung pulang begitu saja. Namun, kami harus membersihkan sendiri sisa makanan kita –di sana menggunakan dus dan kertas sebagai tempat makan agar langsung dapat didaur ulang lagi–. Meja tempat kita makan juga harus kita lap sendiri dengan cairan pembersih dan kain lap yang tersedia di sana. Sungguh, penempatan hak dan kewajiban yang sama antara pelayan dan pembeli di sana. Jadi, di sana tidak ada perkataan ke pelayan seperti, “Mas, meja ini masih kotor, tolong dibersihkan ya, Mas…”

Yahh, itulah sepenggal cerita dari pengalaman saya selama berada di Korea Selatan yang dijuluki Negeri Ginseng. Banyak pelajaran yang dapat diambil dari kebiasaan, budaya, dan sikap masyarakat di sana. Jika pelajaran dari orang/budaya lain dapat membuat perbaikan kualitas diri kita, mengapa tidak kita lakukan? Perubahan itu dapat dimulai dari diri kita sendiri untuk jadi lebih baik. Berubah yuuk!! ^_^

Terima kasih untuk Korea yang memberikan pengalaman baru dan pelajaran berharga untuk saya di kehidupan ini. Ingin rasanya tuk kembali ke sana. It’s my expectation!

Love from Indonesia....

Selasa, 10 Mei 2011

Kenangan

Aku sayang, aku rindu, aku cintaimu....
Mungkin akan kubiarkan kau dalam kesendirian sementara...
Kuharap, sumpah yg kau ucapakan atas nama Allah, tak kau ingkari smpai akhir hayatmu...
Aku terus berusaha berikan yang terbaik semampuku tahap demi tahap...
Begitupun aku yg mnerima perubahan baikmu tahap demi tahap...

Aku mohon, jangan lagi terucap dari bibir lembutmu hal-hal yang dapat membuat semua harapan kita hancur....
Karena aku begitu besar menyandarkan harapan di pundakmu.
itu semata-mata karena kuyakin, kaulah yang mampu mengisi dan menghangatkan tiap ruang dlm hatiku..
Jagalah agar ruang-ruang dalam hatiku dan hatimu tetap hangat...
Tidak perlu dingin apalagi yang sangat panas...

Engkau tahu bahwa hatiku telah berpaut dalam dasar hatimu yg lembut...
Apabila pautan itu coba tuk dlepaskan, pasti akan timbul rasa sakit yang luar biasa, serta menorehkan luka yg takkn pernah bs hilang meski tlah dpautkn oleh hati lain.....
Aku tak tahu, apakah hal yang sama akan terjadi padamu jika hatiku tak lagi dipautkan dengan hatimu....?

Semuanya kini telah terjawab...
Kau memilih melepaskan pautan itu dan bersama dirinya yang telah memutuskan tali kasih kita...
Desember 2010, itu awal dari usahamu melepaskan pautan itu..
Februari 2011, kau benar2 melepaskannya,,
Saat itu, hanya rasa sakit, pedih, menderita yang dapat kurasakan..

Namun, Maret 2011 menjadi awal pertemuanku dengan orang baru yg sebenarnya telah sangat lama saling kenal..
16 Maret 2011 menjadi saksi bisu terjalinnya tali kasih baru...
Hingga kini, ia mampu mengisi ruang kosong di hatiku..
Rasa sakit, pedih, dan menderita yang sempat kurasa, perlahan sirna setelah aku lebih dekat dengannya...

Kamis, 05 Mei 2011

Sakitnya aku....

Pernahkah kau merasa jarak antara kita?

kini sungguh terasa setelah kau kenal DIA.

Sungguh tak kusangka,

Teganya kau akhiri

indahnya cinta kita yang sebenarnya tak ingin ku akhiri

Namun, kau tetap pergi tinggalkanku

Tak pernahkah kau sadari AKULAH yg KAU SAKITI

Kau pergi dengan janjimu yg telah KAU INGKARI



Ohh Tuhann,, tolonglah aku hapuskan rasa cintaku padanya

Aku pun ingin BAHAGIA walau tak BERSAMA DIA

memang, takkan mudah bagiku tuk lupakan SEGALANYA

namun, AKU rela PERGI UNTUK DIA

Ohh Tuhann,, tolonglah aku hapuskan rasa cintaku padanya

Aku pun ingin BAHAGIA walau tak BERSAMA DIA

RINDU PERIH

Hatiku rindu
Rindu tak terperi
Akankah kau temui
Rasa rindu tak kendali

Sperti perasaanku
Menunggu dan menunggu
Tiap balasan rindumu

Rindu menyiksa batin ini
Menyelimuti tiap ruang hati

Dengan kabut bencimu
Aku setia menanti rindumu

Luka rindu tersiram cuka
Rindu hati tak dibalasnya
Rindu hati tak digubrisnya

Adakah KAU membalas RINDUKU?
Adakah KAU esok kan datang RINDUKU?

KATA PENGHUBUNG (KONJUNGSI)

A. Pengertian Kata Penghubung
Kata penghubung disebut juga konjungsi atau kata sambung, yang berarti kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat: kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa (Hasan Alwi, dkk., 2003: 296). Dalam pengertian lainnya, konjungsi adalah kategori yang berfungsi untuk meluaskan satuan yang lain dalam konstruksi hipotaktis, dan selalu menghubungkan dua satuan lain atau lebih dalam konstruksi (Harimurti, 2007: 102).

B. Jenis-jenis Kata Penghubung
Dilihat dari fungsinya dapat dibedakan dua macam kata penghubung sebagai berikut:
(1) Kata penghubung yang menghubungkan kata, klausa, atau kalimat yang kedudukannya setara. Kata penghubung ini dibedakan lagi menjadi kata penghubung yang:
(a) menggabungkan biasa, yaitu dan, dengan, serta.
(b) menggabungkan memilih, yaitu atau.
(c) menggabungkan mempertentangkan, yaitu tetapi, namun, sedangkan, sebaliknya.
(d) menggabungkan membetulkan, yaitu melainkan, hanya.
(e) menggabungkan menegaskan, yaitu bahwa, malah, lagipuula, apalagi, jangankan.
(f) menggabungkan membatasi, yaitu kecuali, hanya.
(g) menggabungkan mengurutkan, yaitu lalu, kemudian, selanjutnya.
(h) menggabungkan menyamakan, yaitu yaitu, yakni, adalah, bahwa, ialah.
(i) menggabungkan menyimpulkan, yaitu jadi, karena itu, oleh sebab itu.
(2) Kata penghubung yang menghubungkan klausa dengan klausa yang kedudukannya bertingkat. Kata penghubung ini dibedakan lagi menjadi kata penghubung yang menggabungkan:
(a) menyatakan sebab, yaitu sebab, karena.
(b) menyatakan syarat, yaitu kalau, jikalau, jika, bila, apabila, asal.
(c) menyatakan tujuan, yaitu agar, supaya.
(d) menyatakan waktu, yaitu ketika, sewaktu, sebelum, sesudah, tatkala.
(e) menyatakan akibat, yaitu sampai, hingga, sehingga.
(f) menyatakan sasaran, yaitu untuk, guna.
(g) menyatakan perbandingan, yaitu seperti, laksana, sebagai.
(h) menyatakan tempat, yaitu tempat.
Jika dilihat dari kedudukannya konjungsi dibagi dua, yaitu konjungsi koordinatif dan konjungsi subordinatif.

1. Konjungsi Koordinatif
Konjungsi koordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua unsur kalimat atau lebih yang kedudukannya sederajat atau setara (Abdul Chaer, 2008: 98). Contoh:
dan penanda hubungan penambahan
serta penanda hubungan pendampingan
atau penanda hubungan pemilihan
tetapi penanda hubungan perlawanan
melainkan penanda hubungan perlawanan
padahal penanda hubungan pertentangan
sedangkan penanda hubungan pertentangan
Konjungsi koordinatif agak berbeda dengan konjungsi lain, karena selain menghubungkan klausa juga menghubungkan kata. Seperti contoh berikut:
(a) Dia menangis dan istrinya pun tersedu-sedu.
(b) Aku yang datang ke rumahmu atau kamu yang datang ke rumahku?
(c) Dia terus saja berbicara, tetapi istrinya hanya terdiam saja.
(d) Andi pura-pura tidak tahu, padahal tahu banyak.
(e) Ibu sedang mencuci baju, sedangkan Ayah membaca Koran.

2. Konjungsi Subordinatif
Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua unsur kalimat (kalusa) yang kedudukannya tidak sederajat (Abdul Chaer, 2008: 100). Konjungsi subordinatif dibagi menjadi tiga belas kelompok sebagai berikut:
1. Konjungsi suordinatif waktu: sejak, semenjak, sedari, sewaktu, tatkala, ketika, sementara, begitu, seraya, selagi, selama, serta, sambil, demi, setelah, sesudah, sebelum sehabis, selesai, seusai, hingga, sampai.
2. Konjungsi subordinatif syarat: jika, kalau, jikalau, asal(kan), bila, manakala.
3. Konjungsi subordinatif pengandaian: andaikan, seandainya, umpamanya, sekiranya.
4. Konjungsi subordinatif tujuan: agar, supaya, biar.
5. Konjungsi subordinatif konsesif: biar(pun), walau(pun), sekalipun, sungguhpun, kendati(pun).
6. Konjungsi subordinatif pembandingan: seakan-akan, seolah-olah, sebagaimana, seperti, sebagai, laksana, ibarat, daripada, alih-alih.
7. Konjungsi subordinatif sebab: sebab, karena, oleh karena, oleh sebab.
8. Konjungsi subordinatif hasil: sehingga, sampai(sampai), maka(nya).
9. Konjungsi subordinatif alat: dengan, tanpa.
10. Konjungsi subordinatif cara: dengan, tanpa.
11. Konjungsi subordinatif komplementasi: bahwa
12. Konjungsi suboerdinatif atributif: yang
13. Konjungsi subordinatif perbandingan: sama …. dengan, lebih …. dari(pada)